Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Catatan Pinggir

Aku kangen nulis puisi.

Rasanya sudah lama ngga nulis puisi. Memang setidaknya dalam setengah tahun ini aku berhasil "menelurkan"(?) beberapa puisi. Tapi aku merasa tulisanku kurang "bersuara". Rasanya seperti ditulis oleh orang lain. Begitu asing sampai aku tak bisa mengenali mereka. Mungkin karena pengaruh bacaan juga.

Aku punya mimpi, suatu saat nanti aku jadi penulis (puisi) ternama. Agak... konyol, ya?

Aku sangat suka puisi. Saking sukanya, waktu SMA aku selalu menuangkan pikiran dan perasaanku ke dalam puisi. Setiap kali nulis puisi, entahlah, rasanya begitu mengalir. Waktu semester terakhir di kelas 3, aku membuat makalah tentang puisi kontemporer Indonesia sebagai tugas akhir mapel Bahasa Indonesia. Guruku, Bu Lis, bilang kalau baru kali itu ada yang menulis tentang puisi di SMA ini.

Sekarang, aku pun berniat meneliti puisi Kaneko Misuzu sebagai bahasan skripsiku. Meskipun entah kenapa aku dapat semacam "penolakan" dengan alasan puisi itu sulit dan tidak ada dosen kami yang mendalami puisi (semua dosen sastra kami "berspesialisasi" prosa). Awalnya aku tak dapat menerima, karena bagiku puisi dan prosa sama-sama sastra, harusnya tak ada pembedaan perlakuan. Tapi setelah aku belajar mendalami, aku mendapati kalau pemikiranku itu mungkin salah.

Oh ya, balik lagi ke persoalan kesukaan (kalau tak bisa dibilang "kecintaan")-ku pada puisi.

Dulu aku bertanya-tanya, kenapa ya aku suka puisi. Lalu aku berpikir, mungkin karena puisi itu singkat. Aku tak pernah beruntung dengan cerpen, apalagi novel. Rasanya fail banget tiap kali aku menulis prosa, sepertinya jalan pikiranku cenderung menyimpang dari jalur awal di tengah-tengah prosesnya. Akhirnya aku beranggapan kalau otakku memang tidak begitu akur dengan produk tulisan yang panjang. Hahaha...

Tapi sekarang, aku menyadari kalau ternyata bukan cuma itu alasannya.

Bagiku, puisi itu harta karun. Begitu padat, begitu kaya. Kalau mau membahas puisi, rasanya seperti akan membuka gulungan kain sutra atau kashmir yang tak habis-habis dibeber. Atau seperti makan tart buah yang di dalamnya ada berlapis-lapis buah dibalut fresh cream.

Selain itu, bagiku puisi adalah jalan menuju kebebasan.

Menulis puisi, sama seperti pembebasan pikiran.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku sadar, kalau selama ini yang aku cita-citakan adalah kebebasan.

Buatku, seandainya fisikku, tindak-tandukku, tutur kataku, harus terkungkung oleh keadaan dan nilai-nilai tertentu, setidaknya pikiranku harus punya kesempatan untuk berpikir bebas sebagai gantinya.

Aku tak ingin selamanya disetir. Aku ingin suatu saat nanti bisa bebas berpikir, bebas berekspresi.

Dan akhirnya, aku bercita-cita ingin jadi penulis puisi ternama.

Aku ingin bertemu dengan orang-orang yang mencintai puisi, seperti aku. Aku juga ingin di masa depan nanti semakin banyak orang menghargai dan mencintai puisi.

Pasti senang rasanya menghadapi masa depan yang seperti itu.




Surabaya, 24 Juli 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Apa Adanya

Orang-orang menganggap kita aneh.

lalu kita berpikir, "mereka tahu apa"
sementara tetap, orang normal berpikir
kita terlalu naif memaknai dunia
terlalu jauh mengawang dalam utopia

Pada subuh yang tak pernah kujumpai
aku rindu menulis puisi
Lalu kutulis apa adanya.
Apa adanya.



24 Juli 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS