Aku tak ingin kehilangan kamu
Bahkan untuk satu hela nafasmu
Aku takkan ingin kehilangan kamu
Akan kusimpan selalu segala
tentangmu,
Wajahmu, tulisan-tulisanmu
Di hatiku
Biarkan aku menangis
Kala bumi merayu hujan
Membasahi tubuhnya
Dan sendu bertalu-talu
Pada awan yang biru
Biarkan aku mengingatmu dengan
luka
Getir perih dan lara
Karena aku ingin selalu melihat
senyummu
Dan mata itu-mata yang sekali itu
pernah menentangku-
Walau kini dengan amarah kau
terbang
Izinkanlah kubangun kembali sarang
itu
Untuk kita berdua. Atau
setidaknya
untukku. Kutenun lagi
ranting-ranting
yang jatuh berserakan dari pohon
cinta
akan selalu kusisakan tempat
untukmu
karena selamanya tak ingin
kehilangan kamu
17 Mei 2009
Inspirasi tentang puisi ini, adalah patah hatiku terhadap mantanku. Kenapa pilih judul "Burung Manyar"?
Pernah membaca novel karya Y.B. Mangunwijaya yang berjudul Burung Manyar?
Bagi yang belum pernah baca, ini ada link resensinya: Resensi Novel "Burung Manyar" karya Mangunwijaya-Kompasiana
Aku pernah baca di majalah Matabaca (maaf, sekali lagi lupa edisi berapa) tentang karya penulis Indonesia yang luar biasa ini. Ada kutipan wawancara dengan beliau mengenai proses penulisan novel ini. Beliau mengatakan bahwa sempat mengalami "kebuntuan" dalam menulis. Bolak-balik revisi dan sebagainya. Katanya, pada saat menulis novel itu, masih belum ada judulnya. Saat itu, beliau mendapat "penyelamat" berupa buku bacaan untuk SD. Buku itu menjelaskan tentang perilaku binatang. Salah satunya burung manyar. Burung mungil yang suka mencuri padi ini memiliki perilaku yang unik. Katanya, ketika musim kawin, burung manyar jantan berlomba-lomba membuat sarang untuk menarik perhatian si betina. Si Betina akan mendatangi sarang yang paling ia minati lalu kawin dengan Si Jantan pembuat sarang itu. Pejantan yang lain, akan menghancurkan sarangnya sendiri. Tapi lucunya, setelah dihancurkan, mereka akan membuat lagi sarang yang lebih baik. Jadi, seolah-olah bagi burung manyar, "kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda"
Dari situlah Mangunwijaya mendapat ide untuk judul novelnya.
Terinspirasi dari pengalaman Mangunwijaya, aku pun menamai puisiku dengan judul yang sama. Bagiku, patah hati itu wajar. Siapa sih yang ngga sedih berpisah dengan orang yang kita sayangi? Tetapi, bukan berarti kita harus menyerah, bukan? Maka, meniru "teladan" burung manyar, aku ingin menghancurkan "sarang" yang lama dan menggantinya dengan "sarang" yang lebih indah.
Pasti ada yang bertanya, "sarang" ini melambangkan apa?
Silakan pembaca berinterpretasi sendiri :D
Pesan dari puisi ini adalah, boleh saja kita patah hati. Namun kita harus ingat untuk selalu memperbaiki diri sendiri. Jangan menyerah, karena kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.
Bangunlah kembali dirimu yang hancur dengan pribadi yang lebih indah.
Ngomong-ngomong, puisi ini adalah satu-satunya karyaku yang pernah diterbitkan di buletin jurusan Sastra Jepang UNAIR "Pika Pika"
Waktu itu aku ingat, kru Pika Pika membuka kesempatan kepada mahasiswa baru untuk ikut menyumbang tulisan. Akhirnya aku menyumbang opini dan puisi. Buletin yang memuat karyaku masih aku simpan rapi di antara koleksi buku-buku. Cuma aku lupa edisi berapa :p
Ini persembahan bagiku untuk mereka yang tengah patah hati :)
Selamat menikmati!
0 komentar:
Posting Komentar
sebuah karya tanpa pembaca adalah tak lengkap. silakan beri komentar, kritik, dan saran untuk karya ini ♥